Sebagaimana dinyatakan sendiri oleh Allah Ta’ala, tujuan puasa kita di bulan Ramadhan adalah untuk meraih taqwa, la’allakum tattaqun. Puasa kita sukses jika selepas Ramadhan ketaqwaan kita meningkat secara signifikan. Begitupun sebaliknya, puasa kita gagal jika selepas Ramadhan ketaqwaan kita tidak mengalami peningkatan.
Taqwa merupakan status yang sangat mulia bagi seorang manusia. Hanya saja, yang berhak menetapkan status ini pada diri seorang manusia hanyalah Allah. Taqwa merupakan orientasi yang sering dinyatakan dari ditetapkannya berbagai bentuk perintah dan larangan: la’allakum tattaqun ‘agar kalian bertaqwa’. Termasuk didalamnya perintah ibadah puasa Ramadhan yang sedang kita laksanakan.
Di beberapa tempat dalam Al-Qur’an, Allah telah memberikan kepada kita gambaran tentang orang-orang yang bertaqwa, agar kita mengetahui potret dan ciri-ciri mereka. Sebagian diantara ciri-ciri tersebut adalah sebagai berikut.
Menegakkan shalat (Lihat QS 2 : 3, 177)
Shalat adalah sarana untuk mengingat Allah secara kontinyu dalam kehidupan kita, setidak-tidaknya lima kali dalam sehari semalam, sehingga kita tidak akan hanyut dan terbuai oleh tipu daya kehidupan dunia. Menegakkan shalat tidaklah semata-mata mengerjakan shalat, akan tetapi juga menjaga bekasnya diluar shalat, yaitu tercegahnya diri kita dari perbuatan keji dan munkar.
Banyak mengingat Allah dan gemar bertaubat (Lihat QS 3 : 135; 51 : 17, 18)
Orang yang bertaqwa pasti banyak mengingat Allah. Tidak hanya dalam shalat, ia juga banyak mengingat Allah di setiap waktu yang ia lalui. Ia mengingat Allah dengan segenap anggota badannya: dengan hatinya, lisannya, dan gerak organ-organ tubuhnya. Jika ia melakukan suatu kesalahan, ia akan segera teringat kepada Allah lalu ia pun segera bertaubat kepada-Nya, sehingga ia tidak hanyut dan berlarut-larut dalam kesalahannya itu.
Mengeluarkan zakat dan infaq (Lihat QS 2 : 3, 177; 3 : 134; 51 : 19)
Ketika Allah memberikan kelapangan harta kepada kita, kita harus sadar bahwa dalam harta kita itu ada hak orang-orang yang membutuhkan. Oleh karena itu, kita harus mengeluarkan zakat dan infaq. Memberikan sebagian harta kita kepada yang berhak juga menjadi ukuran kualitas keberagamaan kita: apakah kita pendusta agama ataukah tidak. Jika kita enggan untuk mengeluarkan zakat dan infaq, kita telah berdusta atas keberagamaan kita.
Menunaikan janji dan amanah (Lihat QS 2 : 177)
Orang yang bertaqwa jauh dari sifat melanggar janji dan mengkhianati amanah, yang merupakan sifat orang munafik. Sebaliknya, orang yang bertaqwa adalah sosok yang suka menepati janji dan menunaikan amanah. Janji dan amanah manusia yang paling agung adalah kesediaan dan kerelaannya untuk beribadah kepada Allah, Rabb Semesta Allam. Orang yang lupa dengan amanah ibadah kepada Allah berarti telah mengkhianati amanah agung yang telah diberikan kepadanya. Disamping itu, janji-janji dan amanah-amanah yang dibuat diantara sesama manusia juga harus ditunaikan, bahkan meskipun terhadap non muslim.
Bersikap adil dalam segala urusannya (Lihat QS 5 :
Adil berarti menempatkan sesuatu pada tempatnya, secara proporsional. Tidak mengurangi proporsi satu hak dengan melebihkan yang lainnya. Keadilan ini harus diterapkan kepada semua manusia, bahkan terhadap orang yang kita benci dan kita musuhi. Jangan sampai kebencian kita kepada seseorang atau kaum membuat kita berlaku tidak adil kepadanya.
Bersabar terhadap berbagai musibah yang menimpa dirinya (Lihat QS 2 : 177)
Orang yang bertaqwa sadar bahwa segala sesuatu yang ia miliki pada dasarnya adalah milik Allah dan pasti akan kembali kepada-Nya. Sehingga jika Allah mengambil sesuatu dari apa yang ia miliki, ia pun akan tabah menerimanya. Ia sadar bahwa Allah pasti akan menguji hamba-Nya yang Ia cintai, sehingga ketika ia menerima ujian dari Allah maka ia pun akan menerimanya dengan lapang dada. Ia pun sadar bahwa setiap ujian yang Allah timpakan kepada seorang mukmin adalah kebaikan. Demikianlah, orang yang bertaqwa akan bersabar terhadap setiap bentuk musibah yang Allah berikan kepadanya.
Pandai menahan amarah dan suka memaafkan (Lihat QS 2 : 237; 3 : 134)
Orang yang bertaqwa adalah orang yang bisa mengendalikan diri dan hawa nafsunya. Ia tidak mudah terbawa oleh provokasi syetan. Ia bisa menahan nafsu amarahnya karena ia sadar bahwa amarah itu datangnya dari syetan dan tidak akan mendatangkan kebaikan sedikitpun juga. Disamping itu, orang yang bertaqwa juga suka memberikan maaf kepada orang lain yang berbuat kesalahan kepadanya. Bahkan, bisa jadi ia akan memaafkan orang lain sebelum ada permintaan maaf.
Mengagungkan syiar-syiar Allah (Lihat QS 22 : 32)
Meskipun ketaqwaan itu terletak di hati, namun ia tidaklah hanya untuk disimpan dan disembunyikan dalam hati. Ketaqwaan yang tumbuh subur dalam hati seseorang pasti akan membuat sang pemilik hati tersebut terdorong untuk menampakkan ketaqwaannya itu dalam berbagai bentuk syiar-syiar taqwa, syiar-syiar Allah. Dorongan untuk senantiasa mengagungkan syiar-syiar Allah ini tidak lain adalah akibat dari luapan taqwa yang menggelora dalam hati.
No comments:
Post a Comment